iklan

Sabtu, 18 Agustus 2018

https://www.hersubenoarief.com/artikel/dampak-carok-profesor-mahfud-md/

Oleh: Hersubeno Arief

Publik  terkejut ketika Profesor Mahfud MD bicara blak-blakan di program ILC, TV One, Selasa (14/8) malam. Banyak yang menyayangkan, tapi tak kurang banyaknya yang mendukung. Sekjen DPP Partai Nasdem Johnny G Plate mengakui, apa yang dikatakan Mahfud benar adanya. “Tapi yang benar, tidak semua harus dikatakan,” katanya.

Bagi yang kenal kultur Madura, apa yang dilakukan Mahfud sebenarnya tidak terlalu mengagetkan. Bahkan sebenarnya malah kurang mengagetkan. Peneliti dari Universitas Jember A Latief Wiyata menyebut karakter Madura itu apa adanya. Ekspresif, spontan, dan terbuka. Tiga sifat itu termanifestasikan dalam setiap merespon sikap orang lain kepadanya. Bila perlakuannya menyenangkan, mereka akan spontan mengucapkan terima kasih. Sebaliknya bila diperlakukan secara tidak adil, harga dirinya dipermalukan, reaksinya akan sangat keras pula.

Etnis Madura sangat menjunjung tinggi harga diri dan martabatnya. Barangkali bisa disamakan dengan kultur Siri’ Na Pacce pada kultur Bugis/Makassar, atau Fi’il pada kultur masyarakat Lampung. Bila harga dirinya dilukai, mereka tak segan mencabut badik. Secara kebetulan pula nama senjata tradisional Bugis/Makassar, dan Lampung sama, yakni badik. Bentuknya juga mirip.

Jangan pernah membuat _malo_ (malu), _tada’ tajina_ (merendahkan martabat) orang Madura. Bila hal itu terjadi di pedesaan Madura, bisa berujung pada Carok. Duel satu lawan satu dengan clurit, senjata tradisional Madura, sampai salah satunya mate (mati). Semua itu demi menjaga kehormatan pribadi dan keluarga yang sudah direndahkan, dipermalukan.

Batalnya pencapresan Mahfud jelas merupakan sebuah penghinaan besar. Bukan hanya buat Mahfud pribadi, tapi keluarga besarnya, dan sebagian besar orang Madura. Sudah menyerahkan baju putih ke Istana, sudah menggelar  tahlil,  sudah bersiap diri tak jauh dari arena deklarasi, tiba-tiba dibatalkan. Media menyebutnya di PHP (Pemberi Harapan Palsu). Mahfud dipermalukan di panggung besar Indonesia, bahkan dunia. Liputannya menyita sebagian besar media di Indonesia, dan dunia selama berhari-hari.

Masalahnya semakin parah, karena batalnya pencapresan tersebut disertai dengan berbagai drama, dan berbagai ucapan yang merendahkan kredibilitasnya. Salah satunya adalah diragukan ke-NU-annya. Ketua Umum PBNU Said Agil Siradj menyebut Mahfud tidak pernah menjadi kader NU. Dua hal ini sangat sensitif bagi orang Madura. Sudah harga dirinya dipermalukan, dianggap bukan NU pula. Penghinaan dobel.

Anda barangkali pernah mendengar sebuah anekdot ketika seorang anak dara Madura membawa pacarnya untuk dikenalkan dengan orang tuanya. Pertanyaan pertama sang bapak, apakah “sampian Islam?” Ketika dijawab Islam. Pertanyaan berikutnya. “NU, apa Muhammadiyah?” Ketika dijawab “Muhammadiyah,” sang bapak sangat kaget “Oh Muhammadiyah, bukan NU ya? Setelah termangu cukup lama sang bapak berkata “Ya sudahlah, walaupun bukan NU, yang penting masih Islam,” tegasnya. ha…ha…ha…Jadi jangan pernah pertanyakan ke-Islaman dan ke-NU-an orang Madura. Itu merupakan sebuah penghinaan besar.

Menunggu momentum
Dengan memahami kultur Madura, kita bisa mengatakan apa yang dilakukan Mahfud belum ada apa-apanya. Toh dia tidak membawa clurit dan mendatangi satu persatu orang yang telah mem-PHPnya. Kepada media Mahfud mengaku tidak kecewa, hanya kaget saja.

Apa yang disampaikan Mahfud  bisa dilihat sebagai bahasa diplomatis. Basa-basi politik. Sebagai seorang guru besar, dan pernah menduduki berbagai jabatan publik, dia tentu punya kematangan pribadi. Apalagi dia sudah lama berada dan tinggal di Yogyakarta. Sebuah masyarakat yang dikenal punya kemampuan pengendalian diri yang Kuat. Namun sebagai _Reng Madure_, dia tetap punya harga diri yang tinggi. Kehormatan pribadi dan keluarga yang harus dijaganya. Diam-diam rupanya dia sudah menyiapkan sebuah vandetta, balas dendam.

Acara di ILC adalah momen yang dipilih Mahfud sebagai “panggung” Caroknya. Sebagai acara Talk Show dengan rating dan jumlah penonton  tertinggi di Indonesia, ILC adalah panggung sempurna, untuk membalas para “musuh-musuhnya,” dan memulihkan harga diri dan kehormatannya. Sebagai intelektual Mahfud tidak berbekal clurit sebagai senjatanya. Dia hanya bermodal kata-kata. Ucapan yang setiap kata demi kata disimak, dicerna dan diviralkan oleh jutaan penonton televisi dan pegiat medsos. Dampaknya tak kalah, bahkan lebih dahsyat dibandingkan clurit. Sama-sama mematikan, tapi korbannya lebih besar dan dipastikan akan berdampak jangka panjang.

Secara dingin, tanpa ekspresi berlebihan, bahkan terkadang dengan senyum, dia babat satu persatu tokoh-tokoh yang dianggap telah merendahkan martabatnya, dan menghancurkan harga dirinya. Mulai dari Ketua Umum PBNU Said Agil Siradj, Muhaimin Iskandar, Romahurmuziy, bahkan sampai Kyai Ma’ruf Amin. Kendati tampak bersekutu, keempat tokoh ini diam-diam saling bersaing dan sama-sama mengincar jabatan cawapres. Ada yang diam-diam, seperti Said Agil Siradj. Sedikit terbuka seperti Ma’ruf Amin, sangat terbuka seperti Romahurmuziy, dan sangat-sangat terbuka seperti Muhaimin.

Dampak dari “Carok” Mahfud di TV One sejauh ini masih belum bisa diukur. Perlu dilakukan survei untuk menentukan akurasinya. Namun melihat sejumlah polling di medsos, dampaknya langsung terasa. Pasangan Jokowi-Ma’ruf, kalah telak melawan Prabowo-Sandi.

Serangan Mahfud membuka kisah di belakang panggung betapa tidak berdayanya Presiden Jokowi menghadapi tekanan partner koalisi, dan pimpinan ormas. Pengakuan Mahfud juga membuka selubung, Ternyata kubu struktural NU yang dipimpin Said Agil, menjadikan NU sebagai alat meraih kekuasaan. Mereka mengingkari khittah NU yang meninggalkan jalur perjuangan politik. Sementara para pendukung Ahok yang sangat kecewa dengan penunjukan Ma’ruf Amin sebagai cawapres, semakin marah dan kecewa, ketika tahu bahwa Ma’ruf ikut menekan Jokowi.

Tampilnya Mahfud di ILC kira-kira bisa disamakan dengan aksi seorang Rambo yang tampil sendirian mengobrak-abrik PBNU, PKB, PPP, dan kubu koalisi pengusung pasangan Jokowi-Ma’ruf. Perlu waktu panjang untuk memperbaiki kerusakan tersebut.

Untungnya pelaksanaan Pilpres 2019 masih panjang. Bila pilpres dilakukan hari ini, kemungkinan besar pasangan Jokowi-Ma’ruf kalah. Elektabilitas PKB, dan terutama PPP akan jeblok. Masih ada waktu selama delapan bulan untuk memperbaikinya.

Kalah di udara, pasangan Jokowi sangat unggul di teritorial. Mereka punya mesin birokrasi, TNI, Polri, dan para kepala daerah yang bisa dikerahkan untuk menutup kelemahan di udara. Asal jangan banyak melakukan blunder, gol bunuh diri, masih cukup banyak waktu untuk memulihkannya.

Hikmah dari kasus ini jangan pernah mempermalukan Reng Madure, apalagi di depan publik. Reaksinya bisa sering tak terduga. Tak iyeh?.
16/8/18 #Copas

Sabtu, 11 Agustus 2018

*Ungkapan Hati utk Prabowo Subianto*

Oleh:
*@SalimaFillah*

*Kami Memilih Anda , Tapi…*

Jagat Twitter sempat heboh oleh twit balasan Prabowo Subianto lewat akun resmi Twitternya.
Tweet balasan tersebut ditujukan kepada pemilik akun @SalimaFillah yakni Salim A Fillah yang sebelumnya mengirim tulisan kepada Prabowo.

Ini jawaban Prabowo :
Sore ini saya membaca tulisan saudara kita di Melbourne @SalimaFillah. Terima kasih bung Salim. SAYA CATAT BAIK-BAIK,” kata Prabowo melalui akun Twitternya @Prabowo08 baru-baru ini.
--------
Lantas, apa sebenarnya yang membuat Prabowo sebegitu pentingnya membalas tulisan yang datang dari Melbourne itu. Bisa dipastikan apa yang Salim tulis untuk Prabowo tidak sederhana alias ada muatan yang mengetuk pintu hati dan dinding sanubari seoarang Jenderal tempur paling berani di medan perang itu.
 ---
Ini tulisan lengkap Salim.A.FiLlah....

Cukup panjang tapi asyik dibaca nya...
🙂☕🙏🏼

Pak Prabowo, Kami Memilih Anda, Tapi.

Tapi sungguh orang yang jauh lebih mulia daripada kita semua, Abu Bakr Ash Shiddiq, pernah mengatakan, “Saya telah dipilih untuk memimpin kalian, padahal saya bukanlah orang yang terbaik di antara kalian. Kalau saya berlaku baik, bantulah saya. Dan kalau anda sekalian melihat saya salah, maka luruskanlah.”

Maka yang kami harapkan pertama kali dari Anda, Pak Prabowo, adalah sebuah kesadaran bahwa Anda bukan pahlawan tunggal dalam masa depan negeri ini. Barangkali memang pendukung Anda ada yg menganggap Andalah orang terbaik. Tetapi sebagian yang lain hanya menganggap Anda adalah sosok yang sedang tepat untuk saat ini. Sebagian yang lainnya lagi menganggap Anda adalah “yang lebih ringan di antara dua madharat”.

Tentu saja, mereka yang tidak memiliih Anda menganggap Anda bukan yang terbaik, tidak tepat, dan juga berbahaya.

Dan jika Anda, Pak Prabowo, nantinya terpilih menjadi Presiden, maka mereka semua akan menjadi rakyat yang dibebankan kepada pundak Anda tanggungjawabnya di hadapan Allah. Maka kami berbahagia ketika Anda berulang kali berkata di berbagai kesempatan, “Jangan mau dipecah belah. Jangan mau saling membenci. Kalau orang lain menghina kita, kita serahkan pada Allah Subhanahu wa Ta’ala, Tuhan Maha Besar.”

Dan Anda juga harus menyadari bahwa barangsiapa merasa jumawa dengan kekuasaan, maka beban kepemimpinan itu akan Allah pikulkan sepelik-peliknya di dunia, dan tanggungjawabnya akan Dia jadikan penyesalan serta siksa di akhirat. Adapun pemimpin yang takut kepada Allah, maka Dia jadikan manusia taat kepadanya, dan Dia menolong pemimpin itu dalam mengemban amanahnya.

Pak Prabowo, kami memilih Anda, tapi..

Tapi sungguh orang yang jauh lebih perkasa daripada kita semua, ‘Umar ibn Al Khaththab, pernah mengatakan, “Seandainya tidaklah didorong oleh harapan bahwa saya akan menjadi orang yg terbaik di antara kalian dalam memimpin kalian, orang yang terkuat bagi kalian dalam melayani keperluan-keperluan kalian, dan orang yg paling teguh mengurusi urusan-urusan kalian, tidaklah saya sudi menerima jabatan ini. Sungguh berat bagi Umar, menunggu datangnya saat perhitungan.”

Maka yg kami harapkan berikutnya dari Anda, Pak Prabowo, adalah sebuah cita-cita yang menyala untuk menjadi pelayan bagi rakyat Indonesia. Sebuah tekad besar, yang memang selama ini sudah kami lihat dari kata-kata Anda. Dan sungguh, kami berharap, ia diikuti kegentaran dalam hati, seperti ‘Umar, tentang beratnya tanggungjawab kelak ketika seperempat milyar manusia Indonesia ini berdiri di hadapan pengadilan Allah untuk menjadi penggugat dan Anda adalah terdakwa tunggal bila tidak amanah, sedangkan entah ada atau tidak yang sudi jadi pembela.

Pak Prabowo, jangankan yang tak mendukung Anda, di antara pemilih Andapun ada yang masih meragukan Anda karena catatan masa lalu. Saya hendak membesarkan hati Anda, bahwa ‘Umar pun pernah diragukan oleh para tokoh sahabat ketika dinominasikan oleh Abu Bakr sebab dia dianggap keras, kasar, dan menakutkan. Tapi Anda bukan ‘Umar. Usaha Anda untuk meyakinkan kami bahwa kelak ketika terpilih akan berlaku penuh kasih kepada yang Anda pimpin harus lebih keras daripada ‘Umar.

Pak Prabowo, kami memilih Anda karena kami tahu, seseorang tak selalu bisa dinilai dari rekam jejaknya. ‘Umar yang dahulu ingin membunuh Nabi, kini berbaring mesra di sampingnya. Khalid yang dahulu panglima kebatilan, belakangan dijuluki ‘Pedang Allah’. Tapi Anda bukan ‘Umar. Tapi Anda bukan Khalid. Usaha Anda untuk berubah terus menjadi insan yang lebih baik daripada masa lalu Anda akan terus kami tuntut dan nantikan. Ya, maaf dan dukungan justru dari orang-orang yang diisukan pernah Anda ‘culik’ menjadi modal awal kepercayaan kami kepada Anda.

Pak Prabowo, kami memilih Anda, tapi..

Tapi orang yg jauh lebih dermawan daripada kita semua, ‘Utsman ibn ‘Affan, pernah mengatakan, “Ketahuilah bahwa kalian berhak menuntut aku mengenai tiga hal, selain kitab Allah dan Sunnah Nabi; yaitu agar aku mengikuti apa yg telah dilakukan oleh para pemimpin sebelumku dalam hal-hal yang telah kalian sepakati sebagai kebaikan, membuat kebiasaan baru yang lebih baik lagi layak bagi ahli kebajikan, dan mencegah diriku bertindak atas kalian, kecuali dalam hal-hal yg kalian sendiri menyebabkannya.”

Ummat Islam amat besar pengorbanannya dalam perjuangan kemerdekaan negeri ini. Pun demikian, sejarah juga menyaksikan mereka banyak mengalah dalam soal-soal asasi kenegaraan Indonesia. Cita-cita untuk mengamalkan agama dalam hidup berbangsa rasanya masih jauh dari terwujud.

Tetapi para bapak bangsa, telah menitipkan amanah Maqashid Asy Syari’ah (tujuan diturunkannya syari’at) yang paling pokok untuk menjadi dasar negara ini. Lima hal itu; pertama adalah Hifzhud Diin (Menjaga Agama) yg disederhanakan dalam sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Kedua Hifzhun Nafs (Menjaga Jiwa) yang diejawantahkan dalam sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. Ketiga Hifzhun Nasl (Menjaga Kelangsungan) yang diringkas dalam sila Persatuan Indonesia. Keempat Hifzhul ‘Aql (Menjaga Akal) yang diwujudkan dalam sila Kerakyatan yg Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan. Dan kelima, Hifzhul Maal (Menjaga Kekayaan) yang diterjemahkan dalam sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Pak Prabowo, kami memilih Anda sebab kami berharap Anda akan melaksanakan setidak-tidaknya kelima hal tersebut; menjaga agama, menjaga jiwa, menjaga kelangsungan, menjaga akal, dan menjaga kekayaan; dengan segala perwujudannya dalam kemaslahatan bagi rakyat Indonesia. Kami memilih Anda ketika di seberang sana, ada wacana semisal menghapus kolom agama di KTP, melarang perda syari’ah, mengesahkan perkawinan sejenis, mencabut tata izin pendirian rumah ibadah, pengalaman masa lalu penjualan asset-aset bangsa, lisan-lisan yg belepotan pelecehan kepada agama Allah, hingga purna-prajurit yg tangannya berlumuran darah ummat.

Pak Prabowo, seperti ‘Utsman, jadilah pemimpin pelaksana ungkapan yg amat dikenal di kalangan Nahdlatul ‘Ulama, “Al Muhafazhatu ‘Alal Qadimish Shalih, wal Akhdzu bil Jadidil Ashlah.. Memelihara nilai-nilai lama yang baik dan mengambil hal-hal baru yang lebih baik”

Pak Prabowo, kami memilih Anda, tapi..

Tapi orang yg lebih zuhud daripada kita semua, ‘Ali ibn Abi Thalib, pernah mengatakan, “Barangsiapa mengangkat dirinya sebagai pemimpin, hendaknya dia mulai mengajari dirinya sendiri sebelum mengajari orang lain. Dan hendaknya ia mendidik dirinya sendiri dengan cara memperbaiki tingkah lakunya sebelum mendidik orang lain dengan ucapan lisannya. Orang yang menjadi pendidik bagi dirinya sendiri lebih patut dihormati ketimbang yg mengajari orang lain.”

Pak Prabowo, hal yang paling hilang dari bangsa ini selama beberapa dasawarsa yang kita lalui adalah keteladanan para pemimpin. Kami semua rindu pada perilaku-perilaku luhur terpuji yang mengiringi tingginya kedudukan. Kami tahu setiap manusia punya keterbatasan, pun juga Anda Pak. Tapi percayalah, satu tindakan adil seorang pemimpin bisa memberi rasa aman pada berjuta hati, satu ucapan jujur seorang pemimpin bisa memberi ketenangan pada berjuta jiwa, satu gaya hidup sederhana seorang pemimpin bisa menggerakkan berjuta manusia.

Pak Prabowo, kami memilih Anda sebab kami tahu, kendali sebuah bangsa takkan dapat dihela oleh satu sosok saja. Maka kami menyeksamai sesiapa yang ada bersama Anda. Lihatlah betapa banyak ‘Ulama yang tegak mendukung dan tunduk mendoakan Anda. Balaslah dengan penghormatan pada ilmu dan nasehat mereka. Lihatlah betapa banyak kaum cendikia yg berdiri memilih Anda, tanpa bayaran teguh membela. Lihatlah kaum muda, bahkan para mahasiswa.

Didiklah diri Anda, belajarlah dari mereka; hingga Anda kelak menjelma apa yang disampaikan Nabi, “Sebaik-baik pemimpin adalah yg kalian mencintainya dan dia mencintai kalian. Yang kalian doakan dan dia mendoakan kalian.”

Pak Prabowo, kami memilih Anda, tapi..

Tapi orang yg lebih adil daripada kita semua, ‘Umar ibn ‘Abdil ‘Aziz, pernah mengatakan, “Saudara-saudara, barangsiapa menyertai kami maka silahkan menyertai kami dengan lima syarat, jika tidak maka silahkan meninggalkan kami; yakni, menyampaikan kepada kami keperluan orang-orang yg tidak dapat menyampaikannya, membantu kami atas kebaikan dengan upayanya, menunjuki kami dari kebaikan kepada apa yg kami tidak dapat menuju kepadanya, dan jangan menggunjingkan rakyat di hadapan kami, serta jangan membuat-buat hal yg tidak berguna.”

Sungguh karena pidato pertamanya ini para penyair pemuja dan pejabat penjilat menghilang dari sisi ‘Umar ibn ‘Abdil ‘Aziz, lalu tinggallah bersamanya para ‘ulama, cendikia, dan para zuhud. Bersama merekalah ‘Umar ibn ‘Abdil ‘Aziz mewujudkan pemerintahan yg keadilannya dirasakan di segala penjuru, sampai serigalapun enggal memangsa domba. Pak Prabowo, sekali lagi, kami memilih Anda bukan semata karena diri pribadi Anda. Maka pilihlah untuk membantu urusan Anda nanti, orang-orang yg akan meringankan hisab Anda di akhirat.

Pak Prabowo, kami memilih Anda, tapi..

Tapi kalaupun Anda tidak terpilih, kami yakin, pengabdian tak memerlukan jabatan. Tetaplah bekerja untuk Indonesia dengan segala yg Anda bisa, sejauh yg Anda mampu.

Sungguh Anda terpilih ataupun tidak, kami sama was-wasnya. Bahkan mungkin, rasa-rasanya, lebih was-was jika Anda terpilih. Kami tidak tahu hal yang gaib. Kami tidak tahu yang disembunyikan oleh hati. Kami tidak tahu masa depan. Kami hanya memilih Anda berdasarkan pandangan lahiriyah yang sering tertipu, disertai istikharah kami yg sepertinya kurang bermutu.

Mungkin jika Anda terpilih nanti, urusan kami tak selesai sampai di situ. Bahkan kami juga akan makin sibuk. Sibuk mendoakan Anda. Sibuk mengingatkan Anda tentang janji Anda. Sibuk memberi masukan demi kemaslahatan. Sibuk meluruskan Anda jika bengkok. Sibuk menuntut Anda jika berkelit.

Inilah kami. Kami memilih Anda Pak Prabowo, tapi..

Tapi sebagai penutup tulisan ini, mari mengenang ketika Khalifah ‘Umar ibn ‘Abdil ‘Aziz meminta nasehat kepada Imam Hasan Al Bashri terkait amanah yg baru diembannya. Maka Sang Imam menulis sebuah surat ringkas. Pesan yg disampaikannya, ingin juga kami sampaikan pada Anda, Pak Prabowo. Bunyi nasehat itu adalah, “Amma bakdu. Durhakailah hawa nafsumu! Wassalam.”

Doa kami,

hamba Allah yang tertawan dosanya, warga negara Republik Indonesia.

(Salim A Fillah)

*#2019GantiPresiden* #Copaswag

Sabtu, 04 Agustus 2018

Ketika Prabowo Menampar Perwira Pasukan Elit USA Hingga Tersungkur Karena Menghina Kopassus Dan TNI

Saat Briefing Operasi Mapenduma, Komandan Jenderal Kopassus Brigjen Prabowo Subianto pernah menampar seorang Perwira Delta Force dari pasukan Elit USA hingga tersungkur karena perkataannya yang menghina Kopassus dan TNI.

Di kala itu, pada 8 Januari 1996 sayap militer Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang dipimpin Kelly Kwalik Mederka menculik 95 diculik anggota Tim Ekspedisi Lorentz. Komandan OPM Kelly Kwalik berusaha menukar 12 sandera itu dengan kemerdekaan Papua.

Peristiwa itu menjadi sorotan internasional karena melibatkan warga negara asing. Selama penyanderaan, para sandera digiring blusukan ke belantara Papua.

Untuk membebaskan sandera di Mapenduma, Mabes TNI menggelar satgas. Komandan Jenderal Kopassus Brigjen Prabowo Subianto ditunjuk menjadi komandan. Tim Kopassus yang dikerahkan berasal dari Grup 5 Antiteror.
Selain itu, ada pasukan Batalyon Lintas Udara

Kostrad 330 dan pasukan penjejak yang terdiri dari putra-putra Irian milik Kodam Cendrawasih.

Amerika menawarkan bantuan ke Kopassus untuk ikut dalam Operasi Pembebasan Sandera Tim Lorentz di Mapenduma, Papua. Salah satu yang ikut serta dalam Tim Amerika adalah seorang Perwira menengah bernama Letkol Green.
Saat Briefing dengan beberapa Perwira Kopassus, tiba-tiba Letkol Green mengatakan :
“Hanya James Bond yang bisa membebaskan sandera-sandera itu”.

Usai Briefing, seorang prajurit melaporkan apa yang dikatakan oleh Letkol Green kepada Prabowo Subianto. Brigjen Prabowo yang tidak terima dengan ucapan Letkol Green langsung mendatangi Perwira Delta Force tersebut dan menamparnya hingga tersungkur.

“Jika Kamu meremehkan negara dan pasukan saya, saya bisa menembak kepalamu! Kami mengusir penjajah hanya dengan Bambu Runcing, kami adalah bangsa yang besar, jika kamu tidak suka, sekarang juga kamu angkat kaki dari negara saya!” bentak Prabowo.

Selanjutnya, Brigjen Prabowo langsung menggerakkan pasukan begitu mendengar lampu hijau. OPM yang terdesak terus bergerak masuk hutan.

Dalam keadaan panik, pada 15 Mei 1996 OPM membunuh dua anggota Tim Lorentz, Navy dan Matheis dibantai dengan kapak. Sisa sandera bisa diselamatkan dan melarikan diri setelah bertemu dengan Tim Satgas yang telah mengikuti mereka berhari-hari.

https://satelit-muslim.blogspot.com/2017/04/ketika-prabowo-menampar-perwira-pasukan.html?m=1

Jumat, 03 Agustus 2018

Viralkan dengan copas yaa...

Yang nggak suka minggir dulu... unfriend, unfollow, blokir, nggak masalah. SAYA MALES DEBAT !!!

Sudah Saatnya
===

Pagi itu,  26 Maret 1863, dengan jumawa Belanda menyatakan perang di wilayah Aceh. Penjajah ini sudah sangat yakin akan menang mudah. Meriam, oke. Senapan, lengkap. Prajurit, bugar.  Menurut Belanda, dengan sekedar alat perang tradisional, Aceh takkan bisa bernafas panjang.

Sayangnya, dugaan itu meleset. Rakyat Aceh ternyata bukan lawan sembarangan. Mereka bukan seperti musuh-musuh Belanda sebelumnya yang bermental tempe.  Orang-orang Aceh ini makin digertak, makin maju. Makin ditodong meriam, makin menjemput kematian.

Urusan perang Aceh sungguh kapiran bagi Belanda. Berpuluh tahun berperang, tak keluar seucap pun kata menyerah dari mulut rakyat serambi Mekkah. Belanda benar-benar menyesal telah menyatakan perang. Kerugian materi dari perang itu hampir membuat VOC bangkrut. Belum lagi jumlah korban jiwa dari pihak penjajah diprediksi menelan 100.000 prajurit!

"Ada apa ini?" Pertanyaan itu berkelebat di kepala para Jenderal Belanda. "Kenapa mereka seperti orang yang tak takut mati?"

Mereka tidak tahu bahwa masyarakat Aceh telah mengenal istilah 'Jihad'. Kamu membela tanah air, mempertahankan hakmu atas perampok, kamu perang lalu mati, kamu dapat surga. Itu janji Allah.

Siapa yang tak ingin masuk surga?

Maka, ancaman kematian dari penjajah bukannya ditakuti oleh rakyat Aceh, malah dirindukan.

Aceh berada di atas angin.

Lalu datanglah orang itu, atas undangan pemerintah Belanda. Lelaki kurus dengan kemampuan berfikir di atas rata-rata. Diam-diam, ia mempelajari karakter orang Aceh. Mereka adalah masyarakat yang agamis. Menyerang fisik secara frontal, bukan malah membuat mereka lemah, malah menjadi termotivasi. Dan dengan pengamatan itu, ia mengusulkan suatu strategi jitu pada Jenderal perang Belanda. Berkat strategi dia-lah, situasi perang berbalik 180 derajat.

Lelaki kurus ini, bernama: Snouck Hurgronje.

***

Untuk menguatkan analisisnya terhadap karakter orang Aceh yang kuat terhadap keislaman, Snouck Hurgronje bahkan rela pergi ke tempat agama Islam pertama kali muncul, Mekkah. Selama dua tahun, Snouck belajar tekun tentang bahasa Arab, sejarah Islam, menghafal Quran, hingga akhirnya ia tahu tentang materi Jihad. Pria kelahiran 8 Februari 1857 ini pun mengambil kesimpulan, sia-sia menyerang fisik rakyat Aceh, menodongnya dengan pistol, mereka takkan gentar.

Kemudian, otaknya berfikir, "Kalau tidak bisa diperangi fisik, Aceh harus diperangi mind set-nya."

Tapi mind set rakyat Aceh bagian mana yang harus dirubah?

Lama sekali  ia memutar otak. Lalu, viola!

PISAHKAN AGAMA DENGAN URUSAN DUNIA.

Rumus inilah yang Snouck Hurgronje bawa pulang ke Nusantara, lalu memberitahukannya pada para jenderal perang Belanda.

Sebelumnya, Belanda melarang orang-orang Aceh berhaji, menahan mereka di pelabuhan. Snouck memarahi pembuat kebijakan itu.

"Jangan. Jangan larang mereka berhaji. Biarkan saja mereka berangkat. Semakin kau larang mereka berhaji, makin keras pula mereka melawan kita. Yang penting kita batasi saja durasinya. Jangan sampai mereka terlalu lama di Mekkah."

Dan dengan berpura-pura menampilkan wajah polos, Snouck bilang pada para tokoh-tokoh berpengaruh di Aceh.

"Mohon maaf selama ini kami memerangi kalian. Kami sadar kami salah. Maka, biarlah kita  selesaikan perseturuan ini.  Jadi silakan orang-orang Aceh fokus beribadah di meunasah (surau/ langgar), kami janji takkan mengganggu kalian. Tapi urusan kebun-kebun biar kami yang pegang."

Nampak benar, nampak sangat toleran. Bahkan percaya atau tidak, Belanda menyumbang dana yang sangat besar untuk membantu pembuatan mushollah, tempat wudhu, kegiatan keagamaan, irigasi air, sampai jalan-jalan menuju mushollah mereka perbaiki agar rakyat Aceh nyaman beribadah. Edan!

 Tapi siasat pemisahan antara agama dengan dunia inilah yang menjadi titik balik kekalahan rakyat Aceh.

Setelah mereka merasa nyaman dan tenang beribadah di masjid-masjid, saat itulah Belanda menguasai seluruh tanah produktif. Beberapa orang sudah mengingatkan potensi bahaya tentang hal ini kepada para tetua, tapi hanya dijawab,

"Biarlah, yang penting kita masih bisa beribadah dengan tenang di meunasah. Selama Belanda tidak mengganggu ibadah kita, kita tak perlu berperang. Toh, Belanda sudah banyak menyumbang untuk pembuatan rumah ibadah kita."

Saat itulah, saat seluruh ekonomi dan politik dikuasai penuh, Belanda menghajar K.O. Rakyat Aceh dari belakang. Tanpa ampun. Aceh kelimpungan. Mereka sudah tak punya ketersediaan materi untuk melawan Belanda. Semangat mereka memang masih membara, tapi kini tak lagi imbang.  Penjajah menang telak.

Kemenangan itu akhirnya "diresmikan" pada tahun 1903. Sultan Aceh, Muhammad Daud Syah, menyatakan kekalahannya terhadap Belanda secara tertulis.

***

Snouck Hurgronje memang sudah mati di Laiden, Belanda tahun 1936. Tapi siasatnya di Perang Aceh lalu masih digunakan orang-orang yang ingin menguasai ekonomi dan politik untuk mengeruk kekayaan alam Indonesia. Gencar sekali mereka mengatakan,

"Sudah, kalian orang baik, tidak perlu terjun di dunia bisnis. Bisnis itu jahat, loh. Banyak penipu di sana sini. Nanti ibadahmu terganggu kalau ngurus bisnis. Biar kami saja yang ngurus hal ini."

Jika ada ahli agama berbisnis, mereka akan teriak,

"Masa' Ustadz kok masih mikirin dunia. Hubbud dunia, itu. Harusnya fokus mikir akhirat."

Jika ada Ustadz masuk politik, mereka akan mengumpulkan tim bully,

"Ustadz kok ngomongin politik. Itu Ustadz apa provokator?"

Atau,

"Masjid kok dibuat ngomong politik. Dasar penjual ayat!"

Ketika orang-orang baik, orang-orang yang paham agama tidak menguasai ekonomi dan politik, saat itulah kedua unsur ini dipegang oleh orang-orang tak bermoral. Padahal, ekonomi dan politik adalah faktor penting dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Ippho Santosa, seorang trainer bisnis terkenal di negeri ini mengatakan,

"Orang Islam yang miskin, memang masih bisa berhaji, tapi dia sulit menghajikan orang lain. Orang Islam yang miskin, memang bisa beribadah, tapi dia tidak bisa membangun rumah ibadah. Sebaliknya orang Islam yang kaya, dia bisa haji, juga bisa memberangkatkan haji orang lain. Dia bisa beribadah di masjid, sekaligus bisa membangun masjid. Mulia mana?"

Lebih lanjut, Ippho Santosa bertutur,

"Kenapa umat Islam selalu ditindas? Bahkan kita demo-demo, teriak menentang penjajahan Israel atas Palestina pun tak pernah digubris. Kenapa coba? Karena kita lemah dalam ekonomi. Yahudi itu penduduknya cuma 14 jutaan di seluruh dunia. Sedangkan umat Islam lebih dari 2 miliar. Tapi karena yang nguasai ekonomi dunia orang Yahudi, mereka berani semena-mena. Coba orang Islam yang menguasai ekonomi dunia, jangankan ngebom, Israel maen petasan aja gak bakalan berani."

Begitu pentingnya perekonomian itu.

Di dunia politik, dunia yang dianggap tabu dimasuki para ustadz, Alhamdulillah sudah mulai banyak yang terang-terangan mengutarakan pandangan politiknya. Alasannya satu, "Jika politik tidak dipegang orang-orang memiliki pemahaman agama yang lurus, maka kekuasaan akan dipegang oleh orang-orang buruk."

Kini kita tahu, Ustadz Abdul Somad direkomendasikan oleh para ulama untuk maju di pilpres. Meski setelah itu beragam hinaan muncul mulai dari kata-kata, "Ustadz Syubhat, ustadz sombong, ustadz provokator, anti NKRI." Tapi beliau tetap mempertimbangkan hal itu. Sempat menolak, tapi desakan dari para ulama sudah sangat kuat agar UAS maju di pilpres. Terakhir, Ustadz Arifin Ilham terang-terangan mengatakan dukungannya untuk UAS.

"Sudah saatnya ada seorang ulama menjabat sebagai umaro' sekaligus di negeri tercinta ini," tutur Ustadz Arifin Ilham.

Ya, sudah saatnya kita rebut ekonomi dan politik negeri ini bila tak ingin umat Islam mengulangi kekalahan di Aceh tahun 1903.

Jangan anti dengan ekonomi dan politik.  Karena sungguh, selain menjadi pelaku bisnis ulung, Nabi Muhammad juga seorang politikus gemilang.

***

Surabaya, 02 Agustus 2018
Fitrah Ilhami

Inspirasi dari QS: Ali Imran 110

#kuntum_khoiru_ummah
#you_are_the_best_ummah
#umat_terbaik #Copas fb irene rajiman