(Foto: gettyimages)
MELAHIRKAN merupakan pengalaman membanggakan bagi seorang wanita. Di balik kebahagiaan yang meliputi, wanita melahirkan juga menanggung risiko prolaps organ panggul. Salah satu risiko ditangung oleh wanita yang sering melahirkan.
Dalam proses persalinan, banyak hal bisa terjadi, mulai kecacatan hingga nyawa melayang. Persalinan normal melalui Miss V memang lebih aman dibanding persalinan caesar yang mempunyai risiko kematian lima kali lebih tinggi. Namun, sebagian ibu melahirkan normal memiliki risiko kecacatan dasar panggul (prolaps organ panggul/POP) seperti robekan akibat penggunaan alat bantu saat melahirkan serta lamanya proses melahirkan.
Prolaps diartikan sebagai turun atau keluarnya dinding Miss V disertai organ panggul lain ke dalam atau keluar liang Miss V. Sebanyak 50 persen wanita yang telah melahirkan akan mengalami prolaps organ panggul, mulai dari derajat ringan sampai berat. Umumnya, kondisi ini dialami wanita usia 50 tahun ke atas dikarenakan bagian yang menyokong Miss V mulai melemah.
"Wanita yang melahirkan secara normal di bawah 35 tahun tetap berisiko, dengan perbandingan 1:4 (1 wanita mengalami POP di antara 4 wanita yang melahirkan-red) dan wanita di atas 35 tahun perbandingannya 1:2. Prolaps merupakan fenomena yang terabaikan, padahal sudah banyak sekali kasusnya di dunia bahkan Indonesia. Sudah saatnya kita memerbaiki paradigma bahwa dengan meningkatkn kualitas hidup, angka kematian ibu dapat ditekan," papar Dr Budi Iman Santoso, SpOG (K), Ketua Departemen Obstetrik dan Ginekologi FKUI-RSCM yang ditemui okezone pada acara Urogynecology Update 2011 di Gedung A RSCM, Jakarta, Rabu (20/4/2011).
Dijelaskan Dr Budi, perlu adanya edukasi untuk mencegah prolaps, di antaranya soal usia melahirkan yang cukup, membatasi jumlah kelahiran, dan skoring (proses mengetahui apakah seorang wanita berisiko trauma dasar panggul atau tidak dan memperhitungkan apakah ia bisa melahirkan normal atau caesar).
"Prolaps stadium 1, dinding Miss V terasa penuh, stadium 2 Miss V terasa penuh dan mengeluarkan darah, stadium 3 sudah terasa di pintu Miss V, dan stadium 4 sudah benar-benar keluar dan menonjol. Kebanyakan penderita stadium 1 dan 2 tidak merasakan keluhan dan membiarkannya. Barulah ketika sudah mulai terlihat menonjol dan mengganggu aktivitas sehari-hari, mereka menemui dokter," sahut Prof dr Junizaf SpOG (K) pada kesempatan yang sama.
Dijelaskan Prof dr Junizaf, ada beberapa faktor penyebab prolaps, di antaranya sering melahirkan, proses persalinan lama di atas 2 jam, terjadi 3-4 robekan saat melahirkan, bayi berukuran besar, bertambahnya usia yang menyebabkan jaringan kulit semakin lunak, menopause, obesitas yang menyebabkan penekanan berlebihan di daerah panggul, genetik, mengangkat beban berat, dan merokok.
"Perokok sering kali batuk-batuk yang menyebabkan tekanan intraabdominal terus-menerus. Prolaps organ panggul memerlukan penanganan khusus berdasarkan tingkat keparahannya," jelasnya.
Beberapa gejala POP, yakni inkontinensia (mengompol yang tidak tertahankan), inkontinensia alvi (buang angin dan mengeluarkan feses yang tidak tertahankan), disfungsi seksual karena nyeri, sulit orgasme, gangguan hasrat seks, serta prolaps organ (dinding Miss V keluar dari tubuh).
Samakah dengan turun berok? "Analoginya sama, tapi bukan," kata Prof dr Junizaf.
Saat ini, dikatakan Prof dr Junizaf, teknologi terkini penangananan POP adalah MESH, yakni memerbaiki anatomi otot atau ligamen penyangga uterus, ditambahkan polypropylene Mesh (xenograt), berupa slingyang berperan menyangga organ di dalam panggul dengan tingkat keamanan dan keberhasilan yang optimal.
Sumber : Lastri Marselina - Okezone
Tidak ada komentar:
Posting Komentar