iklan

Senin, 20 Juni 2011

Ruyati Dipancung, Siapa yang Harus Dicopot

Selasa, 21 Juni 2011 06:02 wib

Tahlilan di depan Istana (Koran SIl)

JAKARTA - Apa yang terjadi pada Tenaga Kerja asal Indonesia (TKI) di Saudi Arabia, yakni Ruyati binti Satubi, merupakan cermin dari pemerintahan Indonesia yang mengabaikan nasib warganya dan diplomasi tumpul.

Ruyati menjalani eksekusi hukuman pancung pada 18 Juni lalu, sebagai sanksi atas tindakannya menghilangkan nyawa ibu dari majikannya. Namun begitu, hingga hukuman tersebut dilakukan, Pemerintah Indonesia mengaku sama sekali tidak mendapatkan notifikasi atau pemberitahuan dari Pemerintah Arab, perihal hal tersebut, apalagi pihak keluarga Ruyati.

"Saya pikir negara abai, bagaimana SBY yang minggu lalu dia pidato berapi-api di ILO menyatakan bahwa instrumen regulasi terhadap PRT sudah diperkuat di Indonesia, sehingga beliau dapat tepukan, tapi justru dijawab dengan dipancungnya Ruyati," kritik Direktur Kajian Politik dan Hukum IHCS (Indonesian Human Right Comittee for Social Justice), Ridwan darmawan kepada okezone.

Menurutnya, jika SBY menganggap para TKI ini adalah pahlawan devisa bagi Indonesia, semestinya negara harus mengerahkan segenap kemampuannya untuk bisa menyelamatkan. Dalam kasus Ruyati, Ridwan menilai kerja Pemerintah Indonesia dalam upaya pendampingan atas kasusnya belum maksimal. Terbukti, Pemerintah Indonesia bahkan bisa kecolongan dan sama sekali tidak tahu-menahu apa yang terjadi pada Ruyati hingga harus dihadapkan pada tajamnya pedang.

"Kita tidak bicara hukum di sana, tapi apakah kita ada upaya maksimal. Informasi, penjelasan dari aparatur pemerintahan, bagaimana prosesnya, kok tiba-tiba sudah dipancung saja," ungkapnya.

Di sisi lain, Ridwan mencermati terjadinya diplomasi tumpul antara Indonesia-Saudi Arabia. Arab, disengaja atau tidak, turut lalai menginformasikan akan dieksekusinya Ruyati, yang notabene adalah warga negara lain, yakni Indonesia. "Ada proses diplomasi tumpul, sehingga kita harus berupaya serius juga," tandasnya.

Upaya Indonesia ini, menurut Ridwan, mencakup ke dalam negeri dan secara aturan diplomatik. "Copot Menlu, Kemenakertrans, BNP2TKI, karena ini serius, segera realisasikan perlindungan buruh migran dan hak hidup," ujarnya berapi-api.

Sedangkan sebagai wujud protes secara diplomatik, Pemerintah Indonesia bisa menunjukkannya dengan melakukan penarikan dubes, yang juga diikuti penarikan pegawai-pegawai kedutaan di sana. "Kita nyatakan pada bangsa Arab kalau kita menolak perlakuannya," tandasnya.
Sumber  :  
Dwi Afrilianti - Okezone

Tidak ada komentar:

Posting Komentar