.
Bismillahir-Rahmaanir-Rahim ... Malam itu di sebuah Pesantren Yatim-Piatu Jawa Timur datanglah seorang pengusaha untuk bersilaturahmi ke Kyai pengasuh pesantren.
Ada sebuah hajat milik pengusaha yang ingin dibagi dengan pak Kyai. Maka berlangsunglah pembicaraan antara keduanya.
“Pak Kyai, saya datang ke sini mau minta doa agar hajat saya dikabul oleh Allah Swt.”
ujar si pengusaha.
“Memangnya saudara sedang punya hajat apa?” tanya pak Kyai ringan.
“Begini Pak Kyai..., saya ini punya usaha di bidang migas. Saya sedang ikut tender di Caltex Riau (sekarang perusahaan ini bernama Chevron). Doakan agar saya bisa menang tender.. .!“jelas si pengusaha.
“Mmmmm....” pak Kyai hanya bergumam tanpa sedikitpun memberi tanggapan.
Entah apa gerangan, mungkin untuk meyakinkan pak Kyai tiba-tiba si pengusaha menambahkan, “Tolong doakan saya dalam tender ini pak Kyai, insya Allah andai saya menang tender, pasti saya akan bersedekah ke pesantren ini!”
Dahi pak Kyai berkernyit mendengarnya. Raut muka beliau terlihat seperti agak tersinggung dengan pernyataan si pengusaha.
Pak Kyai sudah mengerti benar dengan watak manusia kebanyakan. Bila mereka punya hajat atau masalah, banyak sekali yang datang untuk minta doa dengan janji ini dan itu. Namun saat diberi Allah kelapangan, jarang sekali batang hidungnya terlihat di pesantren.
“ Dan apabila Kami berikan kesenangan kepada manusia niscaya berpalinglah dia dan membelakangi dengan sikap yang sombong; dan apabila dia ditimpa kesusahan niscaya dia berputus asa “. (QS. 17 : 83)
Menanggapi pernyataan si pengusaha, pak Kyai yang asli Madura bertanya, “Sampeyan hapal surat Al Fatihah...?!” Si pengusaha menjawab bahwa ia hapal.
“Tolong bacakan surat Al Fatihah itu!” pinta Kyai.
“Memangnya ada apa pak Kyai, kok tiba-tiba ingin mendengar saya baca Al Fatihah?!” tanya si pengusaha.” “Sudah baca saja... Saya mau dengar!” tukas Kyai.
Maka sang pengusaha itu pun mulai membaca surat pertama Al Quran.
“Bismillahirrahmanirrahim Alhamdulillahi rabbil alamiin... Ar rahmaanir rahiim... Maliki yaumiddiin... Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’iin...”
“Sudah-sudah cukup..., Berhenti sampai di situ!” pinta pak Kyai.
Si pengusaha pun menghentikan bacaan.
“Ayat yang terakhir sampeyan baca itu mengerti tidak maksudnya?!” tanya pak Kyai.
“IYYAKA NA’BUDU WA IYYAKA NASTA’IIN..., Pak Kyai?” tanya si pengusaha menegaskan.
“Ya, yang itu!” jawab Kyai.
“Oh itu saya sudah tahu artinya... KEPADA-MU YA ALLAH KAMI MENGABDI... KEPADA-MU YA ALLAH KAMI MEMOHON PERTOLONGAN!”tandas si pengusaha.
Pak Kyai lalu berujar enteng, “Oh, rupanya masih sama Al Fatihah sampeyan dengan saya punya!”
Si pengusaha memperlihatkan raut kebingungan di wajahnya. “Maksud pak Kyai...?!” tanya si pengusaha heran.
“Saya kira Al Fatihah sampeyan sudah terbalik menjadi IYYAKA NASTA’IIN WA IYYAKA NA’BUDU!” jawab pak Kyai.
Si pengusaha malah bertambah bingung mendengar penjelasan pak Kyai, ia pun berkata, “Saya masih belum mengerti Pak Kyai!”
Pak Kyai tersenyum melihat kebingungan sang pengusaha, beliau pun menjelaskan, “Tadi sampeyan bilang kalau menang tender maka sampeyan akan sedekah ke pesantren ini. Menurut saya itu mah IYYAKA NASTA’IIN WA IYYAKA NA’BUDU. Kalau Al Fatihah sampeyan gak terbalik, pasti sampeyan sedekah dulu ke pesantren ini, insya Allah pasti menang tender!”
Deggg!!! Keras sekali smash sindiran menghujam jantung hati si pengusaha. Malu terasa bagi si pengusaha. Rupanya kalimat janji si pengusaha begitu mudah dipatahkan sang Kyai. Tak lama berselang, si pengusaha pun pamit pulang sebab malu.
Ba’da Zuhur esok harinya, HP pak Kyai berdering. Rupanya di seberang sana pengusaha yang tadi malam datang itu menelepon. Ada kalimat singkat yang ia ucapkan ke pak Kyai, “Mohon dicek pak Kyai, saya barusan sudah transfer ke rekening pesantren.” telepon itu pun ditutup. Sejurus kemudian pak Kyai pergi menuju bank dengan membawa buku tabungan.
Buku tabungan pak Kyai baru saja dicetak oleh teller bank. Lajur-lajur debet kredit dan saldo di buku tersebut terlihat sempit bagi jumlah yang ditransfer.
Mata pak Kyai terbelalak melihat angka yang amat panjang. Terlihat di sana ada angka 2 dan deretan angka 0 yang amat panjang. Hingga pak Kyai merasa sulit memastikan berapakah sebenarnya angka yang ditransfer oleh si pengusaha. Pak Kyai pun bertanya kepada teller bank, “Mbak, tolong bantu saya berapa dana yang ditransfer ke rekening saya ini?”
Usai melihat buku tabungan itu sang teller berujar, “Ini nilainya 200 juta, pak Kyai!”
Mendengar penuturan teller bank maka mata pak Kyai menjadi berbinar. Berulang kali ucapan hamdalah terdengar dari lisannya. Segera beliau pulang ke pesantren.
Malam itu sehabis magrib pak Kyai mengumpulkan seluruh ustadz dan santri di pesantren yatim itu.
Mereka membaca Al Quran, zikir dan doa yang panjang untuk hajat yang ingin dicapai oleh sang pengusaha.
Rupanya, panjang-pendek doa yang orang lain bacakan tergantung dari besar-kecil sedekah yang kita berikan, he he he…..
Arsy Allah Swt malam itu mungkin bergetar. Pintu-pintu langit mungkin terbuka. Sebab doa yang dipanjatkan oleh pak Kyai dan para santri yatim yang begitu khusyu’nya karena rasa syukur yang tak terkira.
Tidak sampai satu minggu berselang sang pengusaha menelepon pak Kyai dengan nada penuh kegirangan.
“Pak Kyai, saya ingin mengucapkan terima kasih atas doanya tempo hari. Alhamdulillah, baru saja saya mendapat kabar bahwa perusahaan saya menang tender dengan nilai proyek yang cukup besar!!!”
Pak Kyai turut bersyukur kepada Allah Swt mendengar berita gembira ini, lalu beliau bertanya, “Memangnya berapa nilai tender yang didapat?!”
Dengan cepat dan tegas pengusaha itu berkata, “Alhamdulillah, nilainya Rp 9,8 milyar!!!”
Subhanallah...., sebegitu cepat dan besar balasan Allah yang diterima pengusaha itu padahal yang mendoakan baru seorang Kyai dan para Santri, bagaimana kalo yang mendoakan adalah saudara-saudara kita yang teraniaya dan tertindas di Gaza – Palestina, yang lidah mereka setiap saat tidak pernah kering dari Al-Qur’an dan Zikir walau tidak ada sedikitpun sedekah yang menghampirinya.
Waallohua’lam ..
Wabillahi Taufik Wal Hidayah, ...
Sumber : Kembang Anggrek.blokspot