Takjil Itu...Bukan Kurma, Gorengan dan Biji Salak
Ust. Ahmad Sarwat
Takjil, takjil dan takjil. Nama takjil sudah terlanjur dimaknai sebagai makanan yang khusus dikonsumsi saat berbuka puasa. Bahkan sampai banyak orang menyebut kurma, gorengan dan biji salak sebagai takjil. Istilah yang terlanjur salah kaprah.
Lalu apa arti kata 'takjil' itu sendiri?
Asal kata ta'jil itu dari 'ajjala - yu'ajjilu - ta'jilan (عجّل - يعجّل - تعجيلا), yang berarti mempercepat atau mendahulukan. Maksudnya mempercepat makan atau berbuka puasa dari shalat Maghrib.
Seharusnya ketika masuk waktu Maghrib, kita shalat Maghrib dulu. Tetapi berhubung kita sedang berpuasa, maka Allah SWT dan Rasulullah SAW mengganti aturannya. Bukan shalat dulu yang jadi prioritas tetapi justru makan terlebih dahulu. Sehingga makna ta'jil itu sebenarnya adalah memprioriaskan makan dari pada shalat.
Dasarnya dari hadits berikut ini :
لاَ يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الفِطْرَ
Dari Sahl bin Saad bahwa Nabi SAW bersabda, ”Umatku masih dalam kebaikan selama mendahulukan berbuka.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Sayangnya, orang-orang terlanjur menyebut istilah ta'jil di luar makna yang sesungguhnya. Kata ta'jil akhirnya identik dengan makanannya. Sehingga kurma, gorengan dan bahkan biji salak pun disebut ta'jil.
Sore hari menjelang berbuka puasa, banyak pedangan makanan berjualan makanan untuk berbuka puasa. Ada satu tenda pedangan itu yang ditulisi : SEDIA TAKJIL ANEKA RUPA.
Wah, dalam hati saya heran, ta'jil kok dijual?
Keliru Dua Kali
Keterpelesetan penggunaan istilah ta'jil ini kadang mengalami keterpelesetan lagi untuk kedua kali. Jadi keliru dua kali.
Kemarin ada yang bertanya kepada saya,"Ustadz, kalau sedang puasa lalu berkumur dan ada air yang tertelan, apakah puasa saya ta'jil?".
Saya agak bingung menjawab pertanyaan aneh ini, apakah puasa saya ta'jil? Maksudnya?
Dia menjawab maksudnya apakah puasa saya batal?
Wah, kalau kumur dan airnya diminum memang batal puasanya, tetapi jangan sebut puasanya ta'jil. Sebab makna ta'jil itu bukan membatalkan puasa. Jauh sekali hubungannya dan jangan sampai keliru dalam menggunakannya.
Ta'jil = Kurma?
Yang paling parah menyebut kurma dengan ta'jil. Seorang ibu jamah majelis taklim cerita kepada saya bahwa dirinya baru saja beli ta'jil dua kilo. Saya bingung dan bertanya balik, maksudnya? Ibu itu bilang, maksudnya beliau baru beli kurma dua kilo. Oh, kurma pun berubah nama jadi ta'jil. Luar biasa bangsa kita ini, bisa dengan mudah mengganti nama dan istilah seenaknya.
Tetapi kurma sebagai makanan berbuka puasa memang cukup populer. Dan memang ada hadits yang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW berbuka puasa dengan menu kurma.
عَنْ أَنَسٍ أن النبي كَانَ يُفْطِرُ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيَ عَلىَ رُطَبَاتٍ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ رُطَبَاتٍ فَتُمَيْرَاتٍ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تُمَيْرَاتٌ حَسَا حَسَوَاتٍ مِنَ المَاءِ
Dari Anas bin Malik ia berkata, "Rasulullah berbuka dengan rutab sebelum shalat, jika tidak terdapat rutab, maka beliau berbuka dengan tamr, jika tidak ada beliau meneguk air”. (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
Istilah ruthab (رطب) sebenarnya bermakna kurma juga, namun berbeda dengan kurma yang sering kita lihat. Ruthab adalah kurma yang masih muda, segar, berair, dan tentu saja menyehatkan.
Sedangkan istilah tamr (تمر), itulah kurma yang sering kita temukan. Selain hadits di atas, juga ada hadits lainnya :
عَنْ سَلْمَانَ بْنَ عَامِرٍ أَنَّ رَسُولَ اللهِ قَالَ : إِذَا أَفْطَرَ أَحَدُكُمْ فَلْيُفْطِرْ عَلَى تَمْرٍ فَإِنَّهُ بَرَكَةٌ فَإِنْ لَمْ يَجِدْ تَمْرًا فَالمَاءُ فَإِنَّهُ طَهُوْرٌ
Dari Salman bin Amir radhiyallahuanhu bahwa Rasulullah SAW bersabda, ”Bila kalian berbuka puasa, maka berbukalah dengan kurma, karena kurma itu barakah. Kalau tidak ada kurma, maka dengan air, karena air itu mensucikan.” (HR. Abu Daud dan At-Tirmizy)
Memang banyak orang yang terlanjur berpendapat bahwa buka puasa dengan kurma itu sunnah nabi. Sehingga pasaran kurma cukup laris dan diminati.
Tetapi sebenarnya tetap ada yang beda antara berbukanya Nabi SAW pakai kurma dengan berbukanya kita pakai kurma.
Bedanya, kalau Rasulullah SAW disebutkan berbuka dengan menu kurma, memang menunya cuma kurma. Artinya kurma itu adalah makanan pokok yang dimakan hingga kenyang. Habis makan kurma tidak makan yang lainnya. Dan sehari-harinya, memang beliau sarapan pagi dengan kurma, makan siang dengan kurma, begitu juga makan malam. Karena buat penduduk Madinah di masa itu, kurma adalah makanan pokok.
Sedangkan kita, walaupun berbuka pakai kurma, kurmanya cuma dua tiga biji. Cuma buat pantes-pantesan saja. Sama sekali tidak mengenyangkan, sekedar bikin geli di perut saja. Setelah dua tiga biji dimakan, sudah tidak makan kurma lagi, tetapi makan nasi dengan segala perangkat keras dan lunaknya. (ri/rumahfiqih)
Oleh: Ust.Ahmad Sarwat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar