Selasa, 12 April 2011 - 13:57 wib
PENELITI Intitut Pertanian Bogor (IPB) Aunu Rauf memastikan bahwa ulat bulu yang menyerang sejumlah wilayah di Jawa Timur seperti Probolinggo dan Mojokerto adalah jenis ulat yang tidak biasa. Ulat ini hanya muncul dalam rentang puluhan tahun.
Lantas bisik-bisik mengenai wabah ulat bulu ini pun dikaitkan dengan teori konspirasi. Bahwasanya ada pihak-pihak tertentu yang sengaja menebar wabah ini untuk menghancurkan ketahanan pangan di wilayah tersebut. Termasuk juga untuk menghancurkan perekonomian rakyat karena ulat bulu akan merusak berbagai tanaman dan buah-buahan seperti mangga.
Lantas benarkan ini bagian dari bioteror? Mungkin asumsi itu masih terlalu dini. Mesti ada upaya investigasi lebih lanjut. Mungkin pendapat Auni Rauf lebih masuk akal untuk saat ini. Dia menegaskan bahwa fenomena ulat bulu lebih disebabkan oleh fenomena alam. Ulat itu berkembangbiak begitu hebat karena tidak ada musuh alamiahnya. Mungkin dalam Ilmu Biologi siklus rantai makanan sudah semakin berubah dan tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Mungkin orang yang beranggapan adanya bioteror juga tidak bisa dipersalahkan begitu saja. Kalau kita ingat kasus flu burung, maka bisa jadi masalah ulat pun bisa dijadikan lahan bisnis. Jika flu burung menjadi ladang bisnis negara maju untuk menjual Tamiflu atau obat antiflu burung, maka mungkin saja ulat bulu sengaja dikembangbiakan sedemikian rupa agar ada obat antiulat bulu yang dijual.
Akan tetapi, lagi-lagi, pikiran tentang adanya bioteror masih harus dilakukan kajian mendalam dan tidak gegabah melarikan isu itu ke sana. Pandangan perubahan iklim dan perubahan ekosistem bisa menjadi argumen yang ampuh.
Kondisi ulat bulu hanyalah sepenggal potret bahwa ekosistem kini berubah drastis. Banyaknya hama tanaman pun tidak bisa diberantas dengan mengandalkan siklus rantai makanan. Kalau dulu kita selalu tahu, jika ada tikus, maka dia akan dimakan oleh ular, kemudian ular akan dimakan oleh burung dan seterusnya. Rupayanya pelajaran ini sudah tidak klop lagi.
Bahkan para petani pun kini lebih mengandalkan obat-obatan kimiawi untuk memberantas hama itu. Insektisida salah satu yang menjadi pilihan utama. Ujung-ujungnya, makin banyak makanan berzat kimia yang dalam kadar tertentu bisa membahayakan tubuh manusia.
Melihat fenomena ulat bulu dan juga hama-hama tanaman lainnya, sudah sepantasnya dilakukan langkah konkret dan terpadu untuk menanggulanginya. Bagaimanapun hama yang begitu massal akan makin mengganggu kehidupan warga. Petani dirugikan karena tanamannya hancur. Warga lainnya pun makin gelisah karena hama itu menebar hingga ke perkampungan dan perumahan. Belum lagi jika ada penyakit bawaan akibat dari banyaknya hama itu.
Kini, merebaknya hama ulat bulu sudah mancakup sebagian wilayah Jawa Timur dan Bali. Bahkan Bekasi sudah mulai ada yang terkena. Penanganan dari dinas terkait dengan melakukan langkah penyemprotan antihama dan lainnya perlu digalakkan. Koordinasi ini membutuhkan saling pengertian antardaerah, antarprovinsi. Tak perlu jauh-jauh berpikir soal bioteror, yang dibutuhkan cuma langkah konkret untuk mengatasinya.
Semoga dengan berjalan waktu dan proses metamorfosis dari ulat ke kepompong dan kemudian menjadi kupu-kupu segera terjadi. Sehingga berbagai daerah yang sebelumnya mengerikan karena banyaknya ulat bulu akan berubah menjadi daerah yang indah karena banyaknya kupu-kupu beraneka warna.
Sumber : Okezone.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar