Ilustrasi
JAKARTA - Pemberian hukuman pancung oleh Pemerintah Arab Saudi kepada Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Bekasi, Jawa Barat, Ruyati binti Sapubi, menuai reaksi keras anggota DPR.
Anggota Komisi IX DPR Rieke Diah Pitaloka mengatakan, hukuman mati terhadap Ruyati mematahkan pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam Konferensi International Labour Organization (ILO), di Jenewa, Swiss, Selasa 14 Juni lalu.
Di mana, dalam pidatonya SBY mengutarakan komitmennya dalam hal ketenagakerjaan, khususnya keberhasilan SBY dalam melindungi pembantu rumah tangga (PRT) baik yang ada di dalam maupun luar negeri.
“Pidato SBY di ILO seperti obituari buat rakyat. Standing applause yang diterima Presiden SBY saat pidato di ILO bukan berarti SBY sudah bekerja untuk rakyatnya, entah apa yang dimaksud SBY dalam yang mengklaim menyelesaikan problem Tenaga Kerja Indonesia (TKI),” ujar Rieke di Jakarta, Minggu, (19/6/2011).
Karena itu pihaknya menuntut pemerintah untuk menelusuri secara jelas apa motif sesungguhnya di balik tindakan Ruyati. Jika apa yang dilakukan Ruyati merupakan bentuk perlawanan terhadap kekerasan yang diterimanya, seharusnya ini jadi pertimbangan hukuman, dan pemerintah wajib memiliki keberpihakan kepada Ruyati.
Dalam hal ini pihaknya juga meminta pemerintah mengumumkan daftar TKI di Arab Saudi, Malaysia dan negara lain yang sedang menunggu sanksi, terutama vonis mati. Pasalnya, keluarga yang bersangkutan berhak tahu, dan pemerintah harus melakukan langkah pro aktif, bukan alakadaranya.
“Contoh kasus Sumiyati yang belum ada sanksi buat majikan, atau kasus Siti Hajar di Malaysia. Ketika majikan banding, maka sampai saat ini belum terima sanksi. Sementara jika TKI kita bermasalah sudah pasti dapat sanksi maksimal. Kasus salah tembak terhadap tiga TKI asal Madura di Malaysia, sampai sekarang juga dipetieskan,” tegas dia.
Rieke berpendapat, mencuatnya kasus Ruyati ini mencerminkan buruknya diplomasi negara kita. Bukan hanya kesalahan Perwakilan RI di Arab Saudi, namun ini memperlihatkan lemahnya koordinasi di Pemerintahan SBY.
“Masa tidak tahu ada warga negara yang diancam hukuman mati? Kalau jawabannya tahu, seharusnya Presiden sendiri turun tangan, nyawa satu orang rakyat, tidak bisa dianggap sebelah mata,” tukas dia.
Dalam kesempatan tersebut, Rieke merasa harus mengulang cerita, bagaimana mantan Presiden RI Abdurrachman Wahid (Gus Dur) saat menjadi presiden melakukan diplomasi tingkat tinggi yang kemudian bisa membatalkan hukuman mati seorang TKI di Saudi.
Bahkan berkat diplomasinya, Rieke mengisahkan, kendati sudah tidak menjadi jadi presiden, Gus Dur berhasil membatalkan vonis mati seorang TKI asal Nusa Tenggara Barat (NTB).
Kendati beberapa pihak dari Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) pada waktu itu menyangkal bahwa hal tersebut bukan karena langkah yang dilakukan Gus Dur, namun terbukti Gus Dur memang pro aktif menyelamatkan rakyatnya,
"Tentu saja memang bukan hanya presiden seorang diri. Namun, jika presiden memiliki langkah konkret dan tegas, pasti itu akan mempengaruhi kinerja para pembantunya, dalam hal ini Menteri Luar Negeri (Menlu)," tutupnya.
Sumber : Okezone.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar